Google
 

Jumat, 25 Januari 2008

Hancurnya Bumi: Ujung Global Warming

Ternyata tidak hanya aksi massa anti globalisasi yang berunjuk rasa menentang pertemuan KTT G-8 di Jerman. Amerika cukup gerah dalam pertemuan tersebut di Jerman. Dalam awal pembukaan dalam forum indikasi adanya konflik sudah terasa.

Kanselir Jerman Angela Markel ditentang Ketua Dewan Kualitas Lingkungan Hidup AS, Jim Connaughton, ketika mengagendakan pembahasan perubahan iklim menuju kesepakatan penanggulan efek rumah kaca. “Dalam pertemuan ini, kita tidak duduk semeja dengan Tiongkok, India, Brazil, Meksiko, Afrika Selatan, Australia, Korea Selatan, dan negara-negara penghasil emisi terbesar lain. Karena itu kami (AS) menolak membicarakan pemanasan global atau menyepakati konsesus apapun dalam forum ini,” tandas Jim (Indo Pos, Kamis 7/06/07).

Global Warming Issue

Pemanasan global (global warning) merupakan isu sentral yang pantas untuk dibahas dalam era saat ini. Apalagi, wilayah Indonesia yang terbentang dua samudra besar dunia (Samudra Pasifik dan Samudra Atlantik) olej para peneliti disebut sebagai rumah mesin (engine house). Dan ini merupakan dari sentral iklim dunia.

Tentu kita masih ingat badai Katrina di AS, Chancu di China yang menewaskan ratusan juta manusia. Badai yang terjadi di akhir-akhir ini merupakan anomali dari penyimpangan makhluk hidup terutama spesies manusia yang kejam di bumi ini yang tidak mempedulikan kelestarian hidupnya. Punahnya satwa liar dan tumbuhan langka dalam skala besar, juga kelangkaan sumber daya alam bakal terus berlanjut selama jeratan utang di dunia masih menumpuk. Faktor utama lainnya adalah ekonomi kapitalis global yang memicu bola salju yang semakin membesar menekan negara-negara lemah menjual sumber daya alamnya serta binatang langka untuk mencari keuntungan memperbaiki ekonominya.

Akhirnya, bangsa ini merupakan korban dari ekonomi kapitalis global, lihat saja blok Cepu yang seharusnya di miliki pemerintah namun, saat ini di miliki negara AS. Tidak hanya itu saja, PT Freeport yang menguras kekayaan sumber daya alam, bahkan warga Papua tidak bisa menikmatinya. Belum lagi permasalahan Blok Natuna yang merupakan sumber gas terbesar di dunia.

Kapitalis global jugalah yang menyebabkan meningkatnya kemiskinan, ketidakadilan sosial yang semakin memburuk. Doktrin globalisasi ekonomi, yang dikenal dengan neoliberalisme atau konsensus Washington – Persetujuan-persetujuan perdagangan bebas yang dikenakan WTO terhadap negara-negara anggotanya akan meningkatkan perdagangan global; Keadaan tersebut menciptakan suatu ekspansi ekonomi global; dan pertumbuhan ekonomi global akan mengurangi kemiskinan, karena manfaatnya pada akhirnya akan turun bagi semua. Hal ini sering di sampaikan para pemimpin politik dan perusahaan, pasang naik ekonomi baru akan mengangkat semua perahu.

Analisis Castells dengan jelas menunjukan bahwa pemikiran ini pada dasarnya cacat. Kapitalis global tak mengurangi kemiskinan dan peminggiran sosial; sebaliknya kapitalis global membuat keadaan lebih buruk. Usaha sentral teori dan praktek ekonomi sekarang mengusahakan pertumbuhan ekonomi terus-menerus seragam – Jelas tak bisa di pertahankan, karena ekspansi tanpa batas di atas planet yang punya batas hanya bisa memberikan bencana besar terutama ekologis dan biosfer kehidupan manusia. Dan ini semakin kompleks kemungkinan tidak bisa di perbaiki.

Satu ajaran neo liberalisme adalah bahwa negara-negara miskin sebaiknya berkonsentrasi memproduksi beberapa barang khusus untuk diekspor agar memperoleh devisa, dan mengimpor sebagian komoditas lainnya. Penekanan ini memberikan dampak pada kehidupan ekologis dan menyebabkan cepat terkurasnya sumber daya alam yang diperlukan untuk menghasilkan produk ekspor di berbagai negara. Contohnya, yang ada di Indonesia dengan mengkonversi lahan hutan menjadi lahan pertanian menjadi perkebunan kelapa sawit; migrasi paksa petani dari tanah mereka. Pengalihan air bersih dari sawah ke tambak udang, tidak salah juga kalau hampir 205 perusahaan AS dalam enam tahun ini di bidang energi ada di Indonesia, bahkan pemerintah AS menanamkan modal sebesar USD 1 Miliar. Dan ini menyebabkan kerusakan lingkungan yang sangat fatal.

Permasalahan pemanasan global memberikan dampak masalah yang kompleks mulai dari ekonomi, lingkungan hidup, hingga spesies mahluk hidup. Oleh sebab itu, ciri dari pemanasan global menuju ambang batas dari punahnya spesies utama yakni, spesies manusia. Di AS sudah ada gelombang panas yang menewaskan 200 an orang. Di China bagian tengah, Danau Donghu, Wuhan, Provinsi Hubei ribuan ikan seberat 30.000 kilogram mati karena polusi dan cuaca panas (Kompas, Jum’at, 13/07).

Selain itu, International Panel On Climate Change (IPCC) memperkirakan, kenaikan suhu bumi antara 0,5-2,0 0c tiap tahun terjadi peningkatan air laut hingga 10-12 cm, jika pemanasan global tidak ditekan, tahun 2010 air laut bakal meninggi 95 cm. Bahkan polusi semakin menggila, apabila karbondioksida (zat sisa pembakaran meningkat dua kali lipat bisa dipastikan temparatur bumi bakal menaik 4,5 derajat celcius.

Penemuan IPCC mengungkapkan temparatur bumi meningkat 0,74 derajat celcius pada abad lalu. Seringnya gelombang pasang ataupun jarangnya topan pada pertengahan tahun 1900 an ada 90 persen. Sedangkan, tahun 2001 kemungkinan ini terjadi menjadi 66 persen atau kurang. Pemanasan global juga memusnahkan 30 persen satwa dan tumbuhan Indonesia akibat kenaikan suhu 0,2-1 derajat celcius dalam 34 tahun terakhir ini. Salah satu anomali dari dampak pemanasan global ini dengan melihat prilaku orang utan (Pongo Pygmeus) di pedalaman hutan Kalimantan. Dulu satwa arboreal ini hidup di pucuk-pucuk memakan buah dan serangga, namun, kini banyak ditemui orang utan berjalan-jalan di darat. Selain itu, Curry dan Cicilie Mouritzen dari Nowergian Meteorogical Institute memperhitungkan ada ekstra 19.000 kilometer kubik air mengalir ke laut utara antara tahun 1965 hingga 1995.

Menurut para peneliti, perubahan iklim di belahan bumi utara telah melelehkan gletser dan membawa lebih banyak hutan dan menyebabkan air tawar mengalir ke laut akibat langsungnya adalah kenaikan air laut dan tenggelamnya wilayah pesisir. Dampak pemanasan global juga mempengaruhi penipisan ozone antara lain meningkatnya intensitas sinar ultra violet yang mencapai permukaan bumi menyebabkan gangguan terhadap kesehatan, seperti kanker kulit, katarak, penurunan daya tahan tubuh, dan pertumbuhan mutasi genetik. Dalam situasi sulit yang terpenting dari umat manusia ini perlunya mereduksi pada lingkungan alam yang sistimatis. Hal ini pernah di sampaikan senator Al Gore dengan berani di tahun 1992, “Kita harus menjadikan penyelamatan lingkungan sebagai organisasi sentral bagi peradaban”.

Di sisi lain, ada upaya menyalahkan matahari sebagai faktor utama pemanasan global. Namun ternyata radiasi panas matahari tidak meningkat. Dari penelitian didapati bahwa suhu matahari cenderung menurun-secara tidak signifikan (Kompas, Rabu (01/08), 2007). Selama masih ada sistim ekonomi kapitalis global dunia bakal dilanda bencana alam besar yang sangat fital. Apa yang diungkapkan fisikawan Stephen W Hwaking bahwa ”kiamat dipercepat oleh aktifas manusia yang tidak mempedulikan ekosistem” nampaknya benar-benar terjadi di bumi ini.

===============================================================

Pencinta Alam Dan Paradigma Gerakan Lingkungan

Oleh Iden Wildensyah**

” jika ingin mengubah negara untuk kegiatan - kegiatan yang sulit tentang persoalan kebijakan politik, pencinta lingkungan menjadi sumber kekuatan dengan apa saja dapat dilakukan. Jika anda ingin mempunyai negara untuk kepentingan ekonomi, pikirkan diri anda dan generasi anda yang akan datang, saya yakin anda dapat melakukannya”

(Gerlorfd Nelson dalam catalyst conference speech university of Illionis, 1990)

Pencinta alam di Indonesia saat ini belum dirasakan sebagai salah satu akar gerakan lingkungan, terbukti dalam korelasinya saat ini dengan menjamurnya perhimpunan pencinta alam seiring pula dengan kerusakan yang tidak terkendali. Dimanakah letak penyimpangan ini karena keberadaan pencinta alam dalam tataran yang ideal dapat menumbuhkembangkan generasi yang peduli lingkungan. ini patut dikembangkan baik dalam pola gerakan maupun pengembangan organisasinya. Namun dalam tataran real tidak bisa di bedakan antara pencinta alam dan penggiat alam terbuka karena keduanya hampir tidak bisa dibedakan mana yang penggiat dan mana pencinta alam

Model gerakan lingkungan yang berasal dari pencinta alam pada periode kelahirannya lebih menekankan pada kecintaan terhadap alam yang diwujudkan dengan naik gunung, camping, pelatihan konservasi, dan penghijauan di lereng-lereng gunung. Selain kecintaan terhadap alam, mereka ornop dan sebagian pencinta alam masih terkonsentrasi pada model pembangunan. Karena mereka masih meyakini kebenaran model pembengunan berkelanjutan dengan standar kemajuan ekonomi yang sesungguhnya menimbulkan dampak.

Simpulan Paradigma

Dua nama, pencinta alam dan penggiat alam terbuka seolah-olah merupakan satu kesatuan utuh yang tidak bisa di pisahkan antara keduanya. Namun kalau dilihat secara etimologi kata dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia akan nampak kelihatan bahwa keduanya tidak ada hubungan satu sama lainnya.

Dalam KBBI, pecinta (alam) ialah orang yang sangat suka akan (alam), sedangkan petualang ialah orang yang suka mencari pengalaman yang sulit-sulit, berbahaya, mengandung resiko tinggi dsd. Dengan demikian, secara etimologi jelas disiratkan dimana keduanya memiliki arah dan tujuan yang berbeda, meskipun space, ruang gerak aktivitas yang dipergunakan keduanya sama, alam.

Dilain pihak, perbedaan itu tidak sebatas lingkup “istilah” saja, tetapi juga langkah yang dijalankan. Seorang pencinta alam lebih populer dengan gerakan enviromentalisme-nya, sementara itu, petualang lebih aktivitasnya lebih lekat dengan aktivitas-aktivitas petualangan seperti pendakian gunung, pemanjatan tebing, pengarungan sungai dan masih banyak lagi kegiatan yang menjadikan alam sebagai medianya.

Belakangan, berlahiran kelompok-kelompok yang mengatasnamakan dirinya sebagai “Kelompok Pecinta Alam, (KPA)”. Namun, keberadaaan mereka belum mencirikan kejelasan arah gerak dan pola pengembangan kelompoknya. Jangankan mencitrakan kelompoknya sebagai pecinta alam, sebagai petualang pun tidak. Aktivitas mereka cenderung merupakan aksi-aksi spontanitas yang terdorong atau bahkan terseret oleh medan ego yang tinggi dan sekian image yang telah terlebih dulu dicitrakan oleh KPA-KPA lain, dengan demikian banyak diantara para “pencinta alam” itu cuma sebatas “gaya” yang menggunakan alam sebagai alat.

Pencinta alam dunia dengan gerakan enviromentalisme yang berjuang keras dalam menjaga keseimbangan alam ini patut kita contoh sebagai satu gerakan untuk masa depan, kini yang sering ditanyakan ketika kerusakan alam di negeri ini semakin parah dimanakah pencinta alam, begitupun dengan para petualang yang menggunakan alam sebagai medianya. Bahkan Tak jarang aktivitas mereka berakhir dengan terjadinya tindakan yang justru sangat menyimpang dari makna sebagai pecinta alam, misalkan terjadinya praktek-paktek vandalisme. Inilah sebenarnya yang harus di kembalikan tujuan dan arahnya sehingga jelas fungsi dan gerak merekapun bukan hanya sebagai ajang hura-hura belaka.

Sebuah harapan untuk mengembalikan keseimbangan alam ini supaya terhindar dari terputusnya sistem dalam kehidupan ini bukan tanggung jawab pencinta alam atau penggiat alam terbuka saja tapi tugas kita semua sebagai mahluk penghuni bumi dan dua arah yang berbeda dapat bersatu untuk menciptakan kelestarian alam ini khususnya lingkungan hidup.

Aktivis lingkungan hidup dunia dengan gerakan cinta lingkungannya akan lebih berarti tindakannya dengan dukungan dari para pencinta alam yang ada di negeri ini. Dalam perbedaan pola fikir dan arah gerak pencinta alam dengan penggiat alam terbuka terdapat kesamaan pula dengan media yang sama untuk itu bukanlah suatu kemustahilan keduanya bersatu untuk masa depan lingkungan hidup Indonesia sehingga terciptanya lingkungan hidup yang seimbang, stabil dan bermanfaat bagi kehidupan sekarang dan masa depan.

Sebuah peringatan kepada kemanusiaan yang diterbitkan oleh 1.575 ilmuwan dari enam puluh sembilan negara yan mengikuti Konverensi Rio tahun 1992 perlu kita ketahui sebagai sebuah awal penyadaran untuk lingkungan hidup ini.

“Peringatan ” itu berisi bahwa umat manusia dan alam berada pada arah yang bertabrakan. Kegiatan manusia mengakibatkan kerusakan besar pada lingkungan dan sumber daya yang sangat penting yang seringkali tidak dapat di pulihkan. Jika tidak dikaji, banyak dari kegiatan kita skang yang ini menempatkan masa depan pada keadaan yang sangat beresiko, sehingga kita menghadapi realitas masyarakat manusia dan alam tumbuhan dan hewan dan mungkin juga dunia tempat kita hidup ini berubah sedemikian rupa, sehingga tidak dapat lagi mendukung kehidupan menurut cara yan kita kenal. Perubahan fundamental adalah urgen jika kita ingin menghindarkan benturan dalam arah perjalanan kita yang sekarang ini terjadi.(” World scientist Warning to Humanity “) , Pernyataan siaran pers diterbitkan 18 November 1992 oleh The Union of Concerned Scientist.) “

Ancaman yang menempatkan alam dan penghuninya (manusia maupun bukan manusia) berada dalam bahaya ini patut kita ketahui bersama tentang konsekuensi dari berbagai kegiatan yang dilakukan oleh umat manusia sebagai penghuni bumi ini.

Enviromentalisme dan gerakan lingkungan

sebelum melangkah lebih jauh melihat gerakan lingkungan baiknya kita tinjau masalah lingkungan. Masalah masalah lingkungan hidup seringkali tidak menjadi prioritas yang tinggi dan seringkali menjadi sub agenda dengan demikian akhirnya larut dan tenggelam dalam tema-tema kampanye yang lebih luas dan abstrak. sementara itu gerakan lingkungan atau dsebut juga enviromentalisme yaitu suatu faham yang menempatkan lingkungan hidup sebagai pola dan arah gerakannya. Bagi sebagian pihak enviromentalisme mungkin asing karena enviromentalisme dianggap sebagai gerakan yang membahayakan orde pada waktu itu (orde baru) terutama dalam menentukan kebijakan yang berkaitan dengan ekploitasi hutan. Organisasi non politik yang concern pada lingkungan pada masa itu pun di arahkan langsung oleh Emil Salim waktu itu menjabat Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup untuk tidak mengikuti taktik Green Peace ataupun The German Green yang bisa masuk mengkritisi setiap kebijakan pemerintah yang tidak memperhatikan dampak lingkungan hidup terhadap alam ataupun masyarakat.

Sedangkan gerakan lingkungan hidup menurut literatur sosiologi istilah “gerakan lingkungan hidup” digunakan dalam tiga pengertian yaitu pertama sebagai penggambaran perkembangan tingkah laku kolektif (collective behavior). Kedua, sebagai jaringan konflik-konflik dan interaksi politis seputar isu-isu lingkungan hidup dan isu-isu lain yang terkait. Ketiga, sebagai perwujudan dari perubahan opini publik dan nilai-nilai yang menyangkut lingkungan.

Di Indonesia istilah gerakan lingkungan hidup di pakai dalam konsorsium : “15 tahun Gerakan Lingkungan Hidup : Menuju Pembangunan Berwawasan Lingkungan”. Yang di selenggarakan oleh kantor Meneg Kependudukan Dan Lingkungan Hidup di Jakarta, 5 Juni 1972.

Denton E Morrison mengusulkan bahwa yang di sebutkan gerakan lingkungan hidup sesungguhnya terdiri dari 3 komponen yaitu komponen pertama, the organized or voluntary enviromental movement ( gerakan lingkungan yang terorganisir atau gerakan yang sukarela ) termasuk dalam kategori ini adalah organisasi lingkungan seperti Enviromental Devense Fund, Green Peace atau di Indonesia ada WALHI Jaringan Pelestarian Hutan “SKEPHI”. Komponen kedua, The public enviromental movement (gerakan lingkungan publik ) adalah khalayak ramai yang dengan sikap sehari-hari dalam tindakan dan kata-kata mereka menyatakan kesukaan mereka terhadap ekosistem tertentu, pola hidup tertentu serta flora dan fauna tertentu. Komponen ketiga The Institusional Enviromental Movement (gerakan lingkungan terlembaga ) ini sangat menentukan dalam negara negara berkembang dimana peranan negara sangat dominan dan peranan aparat-aparat birokrasi resmi mempunyai kewenangan hukum (yuridiksi) terhadap kebijakan umum tentang lingkungan hidup atau yang berkaitan dengan lingkungan hidup sebagai contoh di Amerika ada Badan Perlindungan Lingkungan ( EPA - Enviromental Protection Agency), Dinas Pertamanan Nasional ( National Park Service) padanannya di Indonesia adalah Kantor Meneg KLH, DEPHUT.

Komponen gerakan lingkungan terlembaga ini penting untuk di amati sendiri ambilah contoh keberhasilan EPA dalam mengendalikan polusi air dan udara misalnya di pengaruhi kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan pertumbuhan ekonomi, kebijaksanaan luar negeri serta ketersediaan sumber-sumber energi

Hakikat gerakan lingkungan menurut Buttel dan Larson mempunyai beberapa manfaat, pertama struktur gerakan lingkungan di setiap negara yakni hubungan diantara tiga komponen itu bisa berbeda-beda dan ini membawa variasi yang cukup berarti di antara paham lingkungan (enviromentalism) negara-negara itu. Kedua, taktik dan ideologi gerakan lingkungan terorganisir di suatu negara dapat di lihat sebagai hasil interaksi diantara komponen - komponen kelas negara itu satu pihak, dan kelompok-kelompok kepentingan (interces group) dilain pihak.

Epilog

Perubahan paradigma dalam tubuh pencinta alam bukan sebuah kemustahilan untuk berubah dan seimbang dengan kegiatan kegiatan alam terbuka yang biasa di gelutinya. Tidak menutup kemungkinan sebuah gerakan radikal untuk masalah kesadaran lingkungan terwujud dalam satu koridor gerakan lingkungan karena masalah lingkungan adalah masalah bersama yang membutuhkan kerjasama dari setiap stake holder pelaku,pemerhati dan aktivis yang bergerak atasnama lingkungan

Dalam konteks gerakan lingkungan, maka tantangan semakin yang semakin besar di masa mendatang mengharuskan kita untuk melakukan reposisi gerakan lingkungan menjadi gerakan sosial, karena ini adalah satu-satunya jalan untuk menghadapi dominasi pasar dan globalisasi

** Iden Wildensyah, saat ini tercatat mahasiswa UPI Bandung aktif di KPALH Gandawesi serta relawan lingkungan di Bandung pernah menjadi peserta PEKA (pelatihan konservasi dan advokasi) PA region jawa di WALHI D.I.Y

sumber :

* George Junus Aditjondro,2003. Pola-pola Gerakan Lingkungan. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.
* Philif Shobecof,1998. Sebuah Nama Baru Untuk Perdamaian. Yayasan Obor Indonesia.Jakarta.
* soemarwotto, otto,2001, Ekologi,Lingkungan Hidup dan Pembangunan.Djambatan.Jakarta
* Jurnal WACANA Edisi12,Tahun III,2002 Lingkungan Versus Kapitalisme Global, penerbit INSIST Press
* Buletin Wanadri no 17, 2002
* Kalam Jabar, Republika Rabu 25 februari 2004.
* Habitat Newsletter KONUS Volume 03 no 02. Juni - September 2003
* Isola Magazine, media Unit Pers Mahasiswa UPI edisi I,Juli - September 2003

1 komentar:

Anonim mengatakan...

pak bas, msalah anak yg mendua tu {bebek} gak bisa dselesaikn scara damai to?????????
mso' harus kluar????
pnya potensi lho......